Video game sering kali dianggap sebagai penyebab kemunduran kecakapan otak. Alasannya, karena banyak si kecil yang pencapaian akademik menurun saat terlalu kerap bermain permainan. Tetapi, penelitian yang dipublikasikan dalam Psychological Bulletin yang terbit pada 27 November lalu berkata lain.

Para peneliti menemukan bahwa game, khususnya yang bergenre aksi dan perang, cakap meningkatkan kecakapan kongitif otak seperti persepsi, atensi, dan waktu tanggapan. Simpulan ini didapatkan dari pengumpulan hasil penelitian selama 15 tahun terakhir.

Pengerjaannya dilakukan bersama Universitas Jenewa (UNIGE), Universitas Columbia Santa Barbara dan Universitas Wisconsin. Tim peneliti internasional segera membedah beragam literatur yang pernah dipublikasikan. Mereka juga menghubungi lebih dari enam profesor untuk minta data yang tak dipublikasikan berhubungan permainan aksi.

"Kami menetapkan untuk mengumpulkan semua data yang relevan dari tahun 2000 hingga 2015 dalam upaya untuk menjawab pertanyaan ini, sebab ini adalah satu-satunya cara untuk memiliki ilustrasi yang pas seputar akibat kongkrit game aksi," kata Daphné Bavelier, profesor Bagian Psikologi di Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan UNIGE.

Penelitian yang melibatkan 8.970 orang berumur 6-40 tahun, termasuk pemain permainan dan bukan pemain game, ini mencakup uji spasial seperti mendeteksi anjing dalam kawanan hewan, menillai kemampuan melaksanakan tugas ganda, dan merubah rencana sesuai hukum yang diatur.

Akhirnya, kognisi pemain permainan satu separo kali lebih baik diperbandingkan bukan pemain permainan. Melainkan, belum semua pertanyaan para psikolog bisa dijawab. Sebagai figur, apakah kemampuan kognitif berkembang berkat bermain permainan aksi, atau para pemain memerlukan kesanggupan kognitif tertentu untuk memainkan game tersebut.

Penelitian pun berlanjut dengan studi intervensi yang melibatkan 2.883 orang, bagus pria dan wanita, yang bermain permainan optimal satu jam per pekan. Kesanggupan kognitif mereka malahan diuji, dan dipisah secara acak menjadi dua kelompok: golongan permainan aksi dan golongan game kontrol (puzzle, tetris, dan simulasi). Kedua klasifikasi diminta bermain antara 8-50 jam dalam sepekan selama 12 pekan.

Di akhir pelatihan, peserta menjalani tes kognitif untuk mengevaluasi perubahan kemampuan kognitif mereka. Walhasil malahan serupa. Kognisi pemain video permainan aksi meningkat sepertiga kali lebih baik dibandingkan dengan pemain gim kontrol. "Penelitian yang dikerjakan selama sebagian tahun di seluruh dunia membuktikan efek sebenarnya dari permainan aksi pada otak dan membuka jalan untuk menggunakan permainan untuk memperluas kecakapan kognitif," kata Bediou.

Jika kamu berminat dengan game dan teknology, kamu dapat kunjungi situs risdaffa.com.